Sebut Kontraproduktif, KPU Lotim Dituding Konyol Jadikan Kantor Bupati Lokasi Debat Paslon
Ilustrasi : Agenda Debat Paslon |
Lombok Timur | Halo Mandalika - elaksanaan debat pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dijadwalkan berlangsung di kantor bupati Lotim, Rabu besok, 30 Oktober 2024, dinilai sebagai bentuk inkonstitusional terhadap UU aparatur sipil Negara (ASN). Selasa, (29/10/2024)
Regulasi bagi ASN dengan tegas melarang bentuk-bentuk keterlibatan ASN dalam politik praktis.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Transparansi Kebijakan (Lensa) Rakyat, H. Hafsan Hirwan menegaskan pihak penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu mestinya mempertimbangkan lokasi yang netral untuk penyelenggaraan debat kandidat tersebut.
‘’Dengan lokasi di kantor bupati, yang merupakan tempat kerja para ASN itu sendiri, maka secara langsung mengajak ASN terlibat dalam kerja-kerja politik praktis,’’ ujarnya.
Diungkapkan, produk politik praktis menghadirkan kepala daerah, di mana pemilihnya adalah rakyat, termasuk dalam hal ini ASN. Dalam posisi ini, ASN pun harus tunduk dengan regulasi tegas, dan bahkan dalam pelaksanaan netralitas tersebut, Bawaslu mengawasi gerak-gerik mereka.
‘’Begitu ketatnya larangan dan keharusan soal netralitas ASN ini, tapi kini malah tempat kerja ASN tersebut digunakan untuk pelaksanaan instrumen politik praktis, sehingga mau tidak mau ASN akan terpaksa melanggar netralitasnya sendiri,’’ katanya.
Hafsan menunjuk cukup banyak tempat representatif di kota Selong untuk pelaksanaan debat dimaksud, seperti halnya lapangan tenis indoor atau gedung futsal di dalam komplek Porda Selong.
‘’Sungguh saya tidak memahami jalan pikiran penyelenggara debat maupun pemerintah daerah Lotim, mengapa pilihan lokasi debat tersebut di kantor bupati,’’ ucapnya.
Kalau alasan debat dilakukan penyelenggara pemilu di kantor bupati untuk lebih dini mengakrabkan paslon dengan bakal kantor yang akan ditempatinya ke depan, bagi Hafsan, hal itu dinilai mengada-ada dan konyol.
‘’Kalau itu alasannya, contoh kasus lain soal debat calon presiden, apakah selama ini pernah debat capres dilaksanakan di istana negara?’’ katanya.
Hafsan lebih jauh melihat adanya indikasi permainan penggunaan dana hibah dari daerah untuk proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
‘’Dana hibah telah jelas peruntukannya. Misalnya untuk debat kandidat, biaya sewa gedung berapa, kursi dan terop, podium, dan lain sebagainya berapa. Jangan pernah diselewengkan atas nama efisiensi,’’ katanya mengingatkan.
Ia melihat aparat penegak hukum (APH), BPKP dan lainnya lebih jeli mencermati penggunaan dana hibah pilkada tersebut. ‘’Tidak boleh kiranya hibah dibelanjakan ke hal-hal yang kontraproduktif dengan UU tentang ASN dan UU pilkada sendiri,’’ demikian Hafsan.(HM)
Komentar
Posting Komentar